2004

Picture by Fadhlan Fm

Hari itu
Ketika semuanya larut dalam kebahagiaan
Tawa
Senyum
Bersama mereka tercinta
Di hari itu

Tepat di hari itu
Aku melihat diriku dalam bayangan
Yang bercahaya
Karna aku memulainya dengan suka cita

Tak terasa
Apapun yang ada di hati
Tak menyangka
Apapun yang tak terpikirkan
Tak tau
Apa yang akan datang setelahnya

Detik seperti menghitung mundur
Aku melihat
Burung-burung yang semula bernyanyi
Kini mulai menyebut nama Sang Kuasa

Matahari seolah perlahan mendekat
Ingin menerkam
Siapa saja yang menentang
Detik berjalan
Menghapus segala senyuman di wajah

Tak sadar setelahnya
Semua canda tawa menjadi teriakan
Berlari berhamburan
Alam, menjerit sejadi-jadinya

Dalam hitungan detik
Aku melihat rumah-rumah berhancuran
Jalanan pecah
Daratan bergoncang

Detik,
Membawaku kepada sebuah suasana
Yang tak pernah kurasakan
Membawa diriku merasakan
Hebatnya jeritan tangisan
Aku terhenti terheran
Kenapa?

Dan ku pandangi langit yang biru
Awan yang saling menghantam
Kenapa?

Duhai alam
Yang sedang mengamuk
Tiada artinya kata maaf bagimu
Mungkin saat itu
Kau murka kepada ku
Kepada kami

Semua menyebut nama Sang Kuasa
Semua larut dalam tangisan
Kami berlari mencari perlindungan
Berharap kasih sayang

Entahlah,
Entah saat itu semuanya t'lah terlambat
Aku terhenti
Menoleh kepada orang tuaku
Saat itu

"Tuhan,
Ampuni kami,
Tolonglah kami
Selamatkan kami
Dari murkanya alam"
Lantunan doa yang tanpa henti

Namun murkanya alam
Itu karna Tuhan juga murka
Maka,
Ke manakah kami harus berjalan?
Di saat semua adalah milik-Nya

Saat itu aku melihat
Tangisan seorang anak
Yang tak akan lagi melihat senyuman ayahanda
Yang tak lagi merasakan hangatnya pelukan ibunda

Laut yang marah
Memangsa kami dengan liar
Meluluh lantakkan setiap yang ada
Apakah ini akhir dari segalanya?

Saat bunga berhenti mekar
Maukah kau
Duhai sahabat,
Menopangku untuk berdiri?
Hanya berdiri
Di saat aku tak lagi memiliki kaki

Saat malam tiba nanti
Maukah kau menyelimutiku?
Dari sejuknya tusukan kegelapan
Maukah kau berdoa pada Tuhan
Jika semua ini akan berakhir?

Tapi kita semua akan memulai hari
Tanpa kicauan burung
Tanpa air embun
Tanpa bisikan angin yang sejuk
Semua meninggalkan kita
Saat kita menyakiti mereka

Duhai sahabat
Katakan jika aku ini kuat
Saat melihat mereka yang tercinta
Menutup mata untuk selamanya

Sahabatku,
Katakan jika esok 'kan ada pelangi
Bahkan saat matahari tak pernah berhenti bersinar
Karna harapan
Tetap terukir abadi
Di dalam hati

Kini semua gersang
Kini semua menghilang
Hanya bahtera-bahtera
Yang tersangkut berserakan
Terlihat nyata di mata

Ceritakan sebuah kisah padaku
Tentang perjalananmu
Melalui sebuah hari yang kelam

Ceritakan padaku,
Cara mengucapkan kata perpisahan
Untuk mereka yang telah berjumpa dengan Tuhan

Adakah secercah cahaya di hati ini
Yang dapat ku jadikan
bekal bagiku melawan rasa takut?
Rasa gelisah,
Rasa sedih,
Dan putus asa

Tuhan
Tiada malam tanpa iringan doa
Maka,
Maafkan kami

Tuhan,
Tanpa hari dengan air mata,
Maka,
Terimalah taubat kami

Serpihan debu melayang
Dengan melihat ke sekitar
Pasti,
Harapan itu ada dan masih ada

Aku hanya berharap
Rerumputan kembali menghijau
Awan kembali menghiasi langit
Ombak yang kembali bersahabat
Dan aku yang harus kembali kepada jalan semestinya

Karna aku cinta mereka yang telah pergi
Aku cinta mereka yang masih di sisi
Aku cinta diriku ini,
Sungguh aku cinta negeri yang sedang menangis

Oh Tuhan,
Yang Maha mendengar
Yang Maha pengasih
Yang Maha pengampun
Sungguh tak berdayanya kami
Sungguh tak pantasnya kami
Menentang-Mu

Maka di malam yang sunyi
Sendiri, lawanlah rasa takut dan gelisah
Mulailah kembali menyapa
Duhai dunia

Dan berhentilah menjerit
Wahai negeri tua
Tuhan memberikan yang terbaik
Di balik air mata yang terukir di wajah

Di saat aku berpisah denganmu duhai sahabat,
Dengan sejuta harapan,
Dengan senyuman terakhir
"Bangkitlah teman
Bagkitlah lagi wahai Aceh"

Sepucuk surat 
dari mereka di surga
Melayang damai di balik sinar syahdu
"Aku tak akan pernah berjumpa denganmu lagi esok"

26 Desember 2004,
Aceh

Comments